Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Beribadah Saat Pandemi Covid-19

Ada hal yang berbeda bagi umat Islam dalam menjalani Ramadan tahun ini. Karena wabah Covid-19 yang melanda hampir seluruh dunia termasuk Indonesia, pemerintah melakukan pembatasan beberapa aktivitas sosial dan ibadah. Tentu tujuan utamanya adalah untuk menghentikan atau paling tidak menghambat penyebaran virus Corona yang begitu masif terjadi. Social Distancing yang akhirnya ditingkatkan menjadi Physical Distancing, dianggap menjadi salah satu cara yang paling efektif untuk mengatasi covid-19 ini.


Langkah pemerintah ini sedikit banyak menimbulkan pro-kotra di masyarakat, terutama terkait dengan pelaksanaan salat Taraweh. Inilah yang menjadi menarik untuk dicermati. Setiap kali Ramadan datang, aktifitas yang paling banyak mendatangkan jamaah ke masjid adalah salat tarawih. Bahkan terkadang masjid atau musala sampai tidak mampu menampung jamaah salat tarawih. Jumlah jamaah tarawih ini mengalahkan jumlah jamaah salat fardhunya, kecuali barangkali salat isya’ yang menjadi ‘mbarengi’ waktu salat tarawih.



Pada kesempatan bulan suci ini, barangkali tepat waktunya kita untuk saling mengingatkan lagi, bahwa dalam beribadah, kita harus proporsional, menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dalam hal ini misalnya, kita tetap harus mengutamakan yang wajib, baru kemudian yang sunat. S
alat Tarawih adalah sunat, Salat lima (5) waktu adalah wajib. Yang wajib harus diperjuangkan untuk dilakukan, sedangkan yang sunat kita lakukan juga setelah kewajibannya selesai.


Maka dalam konteks ini, sebenarnya menjadi ironis jika masjid penuh jamaah Tarawih, sementara jamaah 5 waktunya kosong, atau hanya beberapa baris saja. Sehingga seakan-akan secara tidak sadar masyarakat menganggap salat tarawih lebih utama daripada salat fardhu 5 waktu.


Saya teringat weling dari guru saya ketika mengaji di krapyak dulu sekitar tahun 90 an, ketika menjelaskan tentang salat tahajjud. Beliau menyampaikan bahwa dalam kitab-kitab banyak dibahas tentang keutamaan salat tahajjud ini, sehingga yang terjadi kemudian orang lebih hudhur hatinya (khusyu’) ketika melaksanakan salat tahajjud daripada salat wajibnya. Ini adalah bagian dari tipudaya setan. Begitu pesan beliau.


Padahal Rasulullah SAW dalam sebuah hadis riwayat Bukhori mengatakan:” Tidak ada Salat yang lebih  berat bagi kaum munafik selain  salat subuh dan isya. Seadaainya mereka  tahu keutamaan pada kedua salat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak”.


Salat di Rumah atau di Masjid?


Dalam sebuah sebuah hadis riwayat Bukhori nabi menyampaikan, “Sebaik-baik salat adalah di rumah kalian, kecuali salat maktubah (salat fardhu)”. Beliau juga mengingatkan kepada kita agar tidak menjadikan rumah-rumah kita bagaikan  kuburan. Bagaimana caranya? Dengan memperbanyak salat (sunnat) di dalamnya.


Membaca banyak referensi tentang tempat salat ini, bisa diambil kesimpulan bahwa untuk salat fardhu dianjurkan untuk dilaksanakan di tempat terbuka seperti masjid dan musala. Sementara untuk salat sunnat, dianjurkan dilaksanakan di tempat yang tertutup/tidak terlihat orang lain, seperti di kamar yang paling belakang di dalam rumah. Karena memang keutamaannya ada pada sirr (rahasia)nya itu.


Jika kita semua bisa memahami ini, maka sebenarnya tidak perlu ada yang ngotot harus tarawih di masjid apalagi dalam masa pandemi covid-19 ini, bahkan menganggap musuh terhadap orang yang menghimbau salat tarawih di rumah. Akhirnya putus silaturrahim. Padahal menyambung silaturrahim adalah wajib, dan Tarawih adalah sunat. Wallahu a’lam.

 

Mas Guru
Mas Guru Pendidik & Pengajar di MTsN 1 Yogyakarta. Sebelumnya di : MTsN 2 Bantul MTsN 5 Bantul MTsN 7 Bantul

Posting Komentar untuk "Beribadah Saat Pandemi Covid-19"