Work From Home (WFH), Sebuah Ujian Kejujuran Bagi ASN-PNS
Pandemi covid-19 yang merebak ke hampir seluruh dunia termasuk ke Indonesia, memaksa pemerintah untuk menerapkan kebijakan social distancing dan physical distancing. Kebijakan ini kemudian diikuti dengan keputusan untuk melaksanakan program Work From Home (WFH) bagi seluruh pegawai. Di madrasah, tentu keputusan ini menyasar kepada guru dan murid yang di samping harus melaksanakan WFH, juga melaksanakan program Belajar Dari Rumah (BDR).
Untuk madrasah, keputusan ini efektif
berjalan mulai tanggal 19 Maret 2020, tepat sehari setelah pelaksanaan UAMBN-BK
tingkat MTs. Hingga tulisan ini dibuat (15 April 2020), program WFH dan BDR
masih dijalankan sesuai dengan edaran hingga tanggal 21 April 2020, yang sudah
merupakan masa WFH tahap II. Apakah akan diperpanjang lagi? Ada kemungkinan
iya. Karena 2 hari yang lalu sudah muncul edaran dari Dikpora bahwa BDR
diperpanjang hingga tanggal 28 April 2020.
Yang menarik untuk dibahas adalah bagaimana
para pegawai (dalam konteks ini adalah
ASN guru maupun non guru di madrasah) menyikapi keputusan pemerintah tentang WFH
ini. Bagi sebagian pegawai mungkin ini adalah ‘berkah’, karena bisa tinggal
di rumah tanpa melakukan apa-apa, dengan tetap mendapatkan haknya sebagai ASN. Gaji
pokok, tunjangan, bahkan uang makan harian juga dibayarkan. Tapi bagi sebagian
lain, WFH tetap menjadi media bagi mereka untuk tetap berkarya dengan melakukan
tugas-tugasnya sebaik mungkin dengan segala keterbatasannya.
Kementerian Agama sebagai lembaga yang
menaungi para pegawai di madrasah sudah membuat instrumen bagaimana memantau
kinerja para pegawainya. Di samping menggunakan presensi kehadiran secara
manual, juga secara online. Begitu juga untuk memantau capaian
kinerjanya, telah dibuatkan format Laporan Capaian Kinerja Harian (LCKH). LCKH
ini dibuat sedemikian rupa supaya para pegawai bisa melaporkan apa yang
dilakukan selama jam kerja.
Untuk para pegawai yang memang punya karakter
kurang positif (pemalas, tidak bertanggungjawab, tidak kreatif dll), maka bekerja dari rumah tentu menjadi sesuatu
yang menyenangkan bagi mereka. Mereka merasa lebih bebas karena tidak ada yang
mengawasi. Sedangkan untuk mengisi LCKH semacam itu tidaklah sulit,
karang-mengarang bisa dilakukan. Dan itu mudah sekali terbaca dari laporan yang
dibuatnya.
Akan berbeda jika melihat laporan pegawai
yang memang benar-benar bekerja di rumah dengan melakukan perencanaan terlebih
dahulu dan benar-benar mengatur jadwal kerjanya. Meskipun sama-sama mengerjakan
administrasi misalnya, tapi dia akan bisa menjelaskan dengan rinci administrasi
apa yang dikerjakan. Misalnya hari ini “Membuat rancangan tugas mapel untuk
besok’. Besoknya ‘ Memeriksa tugas siswa’, ‘merekap nilai siswa’, dan lain sebagainya.
Bagi orang-orang seperti ini, bekerja
adalah ibadah. Bukan sekedar untuk dinilai baik oleh atasannya, tapi agar kelak
di hadapan Allah dia bisa menjawab jika ditanya ‘apa yang telah kamu lakukan
untuk gaji yang kamu terima hari ini?’.
Dengan kata lain, dia ingin menghalalkan gaji yang diterimanya dengan bekerja sungguh-sungguh
sesuai dengan tugas dan fungsinya. Demikianlah seharusnya kita bekerja di
Kementerian Agama.
“Hallah..bekerja dan tidak bekerja kan
sama-sama digaji tho”. Mungkin ada yang mengatakan seperti itu kepada kita.
Benar. Sistem kita belum bisa secara akurat mendeteksi mana ASN yang bekerja
benar-benar dan yang bekerja asal-asalan, asal selesai, asal ada laporan dan
asal-asal yang lain.
Tapi percayalah…Tuhan punya cara tersendiri
dalam menimbang rezeki yang kita terima. Jika yang kita terima tidak sebanding
dengan besarnya kerja kita, Tuhan akan menguranginya dengan caraNya. Mungkin,
tiba-tiba kendaraannya rusak, anak-istrinya menuntut sesuatu yang tidak
biasannya, atau mungkin justru rezeki itu diambil dengan membuat kita atau
anggota keluarganya sakit yang memerlukan biaya banyak. Na’udzu billah min
dzaalik. Bukan besarnya pendapatan yang kita cari dalam hidup ini. Tapi
keberkahannya. Berkah dunia dan akherat.
Maka, apresiasi sebesar-besarnya bagi para pegawai
dan guru yang tetap bekerja keras dan ikhlas selama masa WFH.
Indikatornya dapat terbaca dengan jelas. Selalu terhubung dengan siswa, mudah
dihubungi pada jam kerja (bahkan di luar jam kerja), cepat merespon ketika ada
pertanyaan dari siswa, tugas terstruktur dengan jelas (bukan sekedar ‘kerjakan
halaman sekian dalam buku paket, rangkumlah halaman sekian sampai sekian😊), ada daftar nilai (walaupun kualitatif),
dan beberapa indikator lain yang menggambarkan keterhubungan guru dengan siswa.
Akhirnya, mari tetap jalankan program WFH
ini dengan penuh kejujuran. Pada jam kerja tetap bekerja, dan laporan yang kita
tulis adalah apa yang benar-benar kita
kerjakan. Meskipun tidak dilihat atasan langsung, tapi ingat, ada yang Maha
Mengawasi yang selalu melihat gerak-gerik kita. Jangan sampai ada yang
mengatakan bahwa ASN makan gaji buta.
Posting Komentar untuk " Work From Home (WFH), Sebuah Ujian Kejujuran Bagi ASN-PNS"